Waria (portmanteau dari Wanita-pria) atau wadam (dari hawa-adam) adalah laki-laki yang lebih suka berperan sebagai perempuan dalam kehidupannya sehari-hari. Keberadaan waria telah tercatat lama dalam sejarah dan memiliki posisi yang berbeda-beda dalam setiap masyarakat. Walaupun dapat terkait dengan kondisi fisik seseorang, gejala waria adalah bagian dari aspek social transgenderisme. Seorang laki-laki memilih menjadi waria dapat terkait dengan keadaan biologisnya (hermafroditisme), orientasi seksual (homoseksualitas), maupun akibat pengondisian lingkungan pergaulan.
Sebutan bencong atau banci juga dikenakan terhadap waria dan bersifat negatif.
Sebenarnya kita tidak tahu sejak kapan tepatnya penyimpangan gender terjadi, akan tetapi sejak dahulu manusia memang sudah melakukan penyimpangan atau penyeberangan gender serta manjalin hubungan antara sesama jenis. Penyimpangan gender dan hubungan sesama jenis sudah sering dibahas di dalam kitab suci, dan cerita sejarah.
Sekitar pada tahun 1968 mulai dikenal isitilah wadam yang diambil dari kata hawa dan adam. Kata wadam menunjukkan seseorang pria yang mempunyai prilaku menyimpang yang bersikap seperti perempuan.
Pada tahun 1969 di New York, Amerika berlangsung Huru-hara Stonewall ketika kaum waria dan gay melawan represi polisi yang khususnya terjadi pada sebuah bar bernama Stonewall Inn. Perlawanan ini merupakan langkah awal dari Waria dan Gay, dalam mempublikasikan keberadaan mereka.
Pada tahun yang sama mulai muncul organisasi Wadam yang bernama Himpunan Wadam Djakarta (HIWAD). Organisasi tersebut merupakan organisasi Waria pertama di Indonesia yang terletak di Jakarta. Organisai tersebut berdiri dan difasilitasi oleh Gubernur DKI Jakarta Raya, Ali Sadikin.
Pada tahun ±1980, Istilah wadam diganti menjadi waria karena keberatan sebagian pemimpin Islam, karena mengandung nama seorang nabi, yakni Adam a.s.
Tentunya tidak ada seorang laki-laki pun yang mengharapkan untuk menjadi waria. Tapi bagi beberapa orang, dengan mendandani dirinya dengan menyerupai wanita sudah mendapatkan kenikmatan batin yang mendalam. Seolah telah berhasil lepas dari tekanan psikologis yang selama ini masih memberatkannya.
Waria merupakan subkomunitas dari manusia normal. Bukan merupakan gejala psikologs, melainkan biologi. Pada dasarnya waria itu adalah perempuan yang terperangkap dalam tubuh seorang pria. Lalu, kenapa orang bisa menjadi waria? Hal itu mungkin bisa terjadi dikarenakan peran seorang ibu dalam mengurus anaknya lebih cenderung memperlakukan anak laki-lakinya layaknya seorang wanita. Sehingga bisa membentuk kepribadian anak yang seharusnya bersikap selayaknya laki-laki menjadi agak sedikit feminism. Memang setiap laki-laki pasti memiliki sisi feminism didalam tubuhnya, tapi tidak sepantasnya alasan tersebut dijadikan landasan bahwa untuk menjadi waria itu diperbolehkan. Karena sebenarnya penyebab seseorang ingin menjadi waria mungkin diakibatkan oleh factor salah asuh atau bahkan mungkin factor lingkungan sekitarnya. Jadi, ini bukanlah penyakit turunan atau salah genetic.
Parahnya, opini yang dikembangkan oleh media massa tertentu membuat pilihan untuk menjadi waria adalah hal yang wajar, normal, manusia bin kodrati. Mereka semakin merasa menjadi waria bukanlah sebuah penyimpangan, tapi hanya sebuah perbedaan yang terdapat pada diri manusia sama seperti halnya orang yang cacat secara fisik. Sehingga mereka berusaha memperjuangkan haknya untuk diterima oleh masyarakat.
Padahal pilihan untuk menjadi waria bagi seorang muslim, adalah pilihan buruk yang dibenci Allah dan RasulNya.
maraknya kampanye legalisasi keberadaan waria menunjukkan gencarnya serangan budaya Barat ke negeri kita. Hal ini berdampak pada dua hal:
Pertama , setelah keberadaan mereka dipopulerkan televisi dalam sinetron atau iklan komersil, masyarakat jadi penasaran pengen tahu banyak dengan kehidupan waria. Dari asal-usulnya, suka-dukanya, kesehariannya, sampe masa depan mereka. Liputan tentang diskriminasi terhadap waria dikemas sedemikian rupa untuk memancing emosi dan perasaan kasian pemirsa. Ujung-ujungnya, informasi seputar waria yang disuguhkan lebih diarahkan kepada legalisasi waria di mata masyarakat.
Media mampu menyulap kebiasaan yang salah menjadi sesuatu yang lumrah. Waria dijadikan produk hiburan.
Dan akhirnya, terjadi pergeseran sudut pandang dan sikap kaum Muslimin terhadap keberadaan waria. Kita seperti nggak punya pilihan untuk mengatakan kalo perilaku mereka itu keliru. Yang ada, kita dikasih pilihan untuk cuek bebek atau mendukung. Sebab dalam kehidupan sekuler yang banyak diopinikan media, kebebasan dalam berperilaku adalah hak individu yang nggak bisa diganggu gugat. Dan menjadi waria, merupakan salah satu ekspresi kebebasan yang dimaksud.
Kalo ada yang tidak setuju? Ya, dilarang dengan keras untuk ngerecokin. Termasuk tidak boleh aktif mengingatkan waria untuk kembali ke jalan yang benar. Apalagi sampai melarang atau memvonis bersalah. Bisa-bisa berurusan ama aparat karena dianggap mengganggu kebebasan orang lain.
Kedua , maraknya ekspos media terhadap waria menjadi cara yang jitu yang dilakukan musuh-musuh Islam untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari kampanye penerapan syariat Islam yang tengah gencar di berbagai daerah di nusantara ini. Aktivitas amar makruf nahyi munkar pun terlupakan. Masyarakat semakin cuek dengan berbagai permasalahan yang muncul akibat diterapkannya sistem sekuler. Jika dibiarkan, boleh jadi negeri kita akan semakin liberal dan mungkin suatu saat nanti legalisasi perkawinan sejenis nggak cuma terjadi di Belanda, Spanyol atau Kanada. Tapi juga di negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia ini!.
HIV/AIDS merupakan penyakit yang muncul dikarenakan adanya kalangan gay atau waria. AIDS pertama kali muncul sekitar tahun 1981. Penyakit ini pertama kali ditemukan di kalangan gay di kota kota besar Amerika Serikat, Kemudian ternyata diketahui bahwa HIV adalah virus penyebabAIDS. Penularan HIV / AIDS pertama kali ditularkan melalui hubungan seks anal antara laki laki.
0 comments:
Post a Comment